Minggu, 19 Februari 2012

KATETERISASI JANTUNG

Kateterisasi Jantung
Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia. Satu dari lima kematian yang terjadi disebabkan oleh penyakit jantung. Plak ” karat” merupakan gabungan lemak, kolesterol, kalsium, dan substansi lain. Adanya plak karat dalam pembuluh darah mengakibatkan penyempitan pembuluh darah sehingga mengakibatkan menurunnya aliran darah pada jantung. Hal inilah yang disebut dengan penyakit jantung koroner. Dengan menggunakan teknik pemerisaan kateterisasi jantung, plak karat ini dapat diketahui dengan tingkat ketepatan paling tinggi (99 – 100%) sehingga dapat dipastikan apakah Anda mempunyai penyakit jantung koroner

Pada tahun 1929 dokter Werner Forssmann melakukan pemasangan kateter ke axilla sendiri dengan panduan radiologi dan cermin ke jantung kanannya sendiri, ini dilakukannya dengan tujuan memberikan adrenalin langsung ke jantung pasien melalui kateter karena sebelumnya pemberian adrenalin pada pasien hentijantung dengan menyun!kan langsung keotot jantung lewat dinding dada. Dokter warner mendapat hadiah nobel pada tahun 1956 atas prosedur yang dilakukannya. Tahun 1930 Deweymelakukan pengukuran curah jantung dengan metode Ficks, Andrecournadmempublikasikannnya
pertama kali tahun 1941. Tahun 1950 Zimmerman dan Mason melakukan kateterisasi secara retrograde. Tahun 1953 Zeldinger mengembangkan pendekatan percutaneous. Tahun 1959 Ross danCopemengembangkan kateterisasi transeptal. Tahun 1977 Andrew Gruentzig melakukanpertamakali PTCA. Tahun 1980-1990 terjadi pengembangan kateterisasi diagnostik. Tahun 2000 perkembangan meningkat dengan kateterisasi intervensi2.

Defenisi katerisasi jantung
Kateterisasi jantung adalah prosedur diagnostik dan intervensi yang dilakukan untuk menilai fungsi jantung dan pembuluh darah secara komprehensif dimana satu atau lebih kateter dimasukkan melalui pembuluh darah perifer dilengan seper! vena dan arteri antecubital atau dari tungkai vena dan arteri femoralis dengan panduan pesawat fluoroskopi dan dapat melakukan terapi koreksi anatomi untuk memperbaiki fungsi fisiologis jantung3.

Manajemen kateterisasi pada kelainan kongenital
Penyakit jantung kongenital saat ini mulai dapat di atasi dengan kateterisasi intervensi pada laboratorium kateterisasi4,5. Perubahan fisiologis bahkan komplikasi sering terjadi. Anestesiologis seringkali diminta mendampingi untuk kenyamanan dan keamanan serta monitoring se!ap perubahan fisiologis6. Tabel memperlihatkan da\ar kelainan kongenital yang dapat diterapi dengan kateterisasi intervensi beserta efek fisiologis dan komplikasinya. Perkembangan teknik dalam manajemen kelainan
jantung kongenital telah mengubah manajemen anestesi jantung anak. ASD, VSD, PDA dan koarktasio aorta saat ini dapat diterapi dengan kateterisasi intervensi dan !dak harus dengan pembedahan., bahkan dapat dilakukan dengan prosedur rawat sehari8-11

Pengaruh kateterisasi intervensi terhadap fisiologi
dan komplikasi
  • Prosedure Lesi Efek Komplikasi Koil em-Kolateral aorto
  • Menurunkan Hipoksemia, bolisasi pulmoner aliran paru embolisasi
Blalock-Taussig Menurunkan sistemik shunts aliran paru Anomali arteri Meningkatkan koroner aliran koroner,
mengurangi aliran paru
  • Penutupan Patent ductus shun!ng arteriosus via cateter Atrial septal defek Ventrikuler septal defek
  • Menghilangkan shunting,
  • menurunkan aliran Emboli udara, emboli dari alat, paru
  • Dilatasi Stenosis pulmo-Meningkatkan Embolisasi
  • balon dan nal aliran paru stent, dissten
  • Blalock taussig Meningkatkan rupsi arteri
  • shunts aliran paru pulmoner,
  • Stesnosis katup Meningkatkan edema paru,
  • pulmoner aliran paru Insufisiensi
  • Stenosis katup Meningkatkan pulmoner,
  • tricuspid aliran paru insufisiensi
  • Stenosis katup Meningkatkan aorta,
  • aorta aliran sistemik insufisiensi
  • Meningkatkan trikuspid dan Stenosis katup aliran sistemik diseksi aorta mitral
  • Meningkatkan aliran sistemik Ko-arctasio aorta Atrial sep-Septum interar-Meningkatkan Perforasi tostomies trial aliran paru jantung,
  • tamponade
  • Ablasi Anomali konduksi Menghilangkan Blok Jantung
  • radiodisritmia,
  • terukomplit,
  • SVT
  • frekuensi tama SVT
  • transkateter
Sumber : Anesthesiologi. .Mc Graw Hill Medical Companies.
Inc. USA. 2008;52:11957

Percutaneous stent sudah digunakan sebagai teknik untuk menunda pembedahan. Perkembangan
lebih lanjut adalah penggan!an katup pulmoner, katup ditanam melalui vena jugularis. Teknik ini telah didemonstrasikan dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah. Kateterisasi intervensi seper! tabel diatas dapat dilakukan untuk melengkapi pembedahan dan memperluas terapi yang masa sebelumnya !dak dapat dilakukan12.

Penatalaksanaan anestesi pada kateterisasi dengan
penyakit jantung kongenital
dilakukan pertama kali tahun 194713. Pada tahun 1958 Smith dkk melaporkan pengalaman anestetik dengan sedasi yang disebut lytic cocktail yang luas digunakan dan disebut DPT mixture yaitu Demerol (meperidine), Phenargan (prometazine) dan Thorazine (chlorpromazine)14. Tujuan sedasi pada kateterisasi jantung adalah untuk mencapai keadaan pasien yang kooperatif dan meminimalisasi
interferensi dengan parameter hemodinamik, dimana data yang ditemukan harus senormal mungkin.
Perkembangan diagnostik noninvasif pada kardiologi anak terutama echocardiografi meningkat sehingga pengambilan data anatomi dan fisiologi melalui kateterisasi jantung berkurang. Saat ini perkembangan lebih mengarah pada kateterisasi intervensi. Kateterisasi biasanya jarang bisa ditoleransi oleh anak yang sadar. Anak sering membutuhkan anestesi umum untuk mencegah kecelakaan karena gerakan anak.
Respirasi, miokard dan metabolik harus dinilai selama kateterisasi pada pasien dengan penyakit jantung
kongenital. Neonatus mempunyai cadangan respirasi yang terbatas dan mudah terjadi gagal nafas. Peningkatan komplians dinding dada penurunkan kapasitas fungsional residual dan meningkatnya closing capacity. Diafragma adalah organ utama respirasi dan setiap abdomen distended akan mempengaruhi kapasitas residual fungsional dan mempercepat desaturasi jika hipoven!lasi atau sumbatan jalan nafas.
Miokard bayi baru lahir mempunyai keterbatasn kontraktilitas karena masa otot yang rendah dan adanya gangguan diastolik karena berkurangnya pemendekan otot. Peningkatan a\erload sangat sedikit bisa ditoleransi. Curah jantung !dak dapat di!ngkatkan dengan meningkatkan volume sekuncup. Curah jantung sangat tergantung pada laju jantung. Neonatus juga sangat tergantung pada kalsium ekstraseluler dalam menjaga kontraktilitas.

Neonatus dan infant mempunyai rasio luas permukaan tubuh yang lebih besar dibandingkan berat
badan, laju metabolik juga lebih besar dan risiko besar hipotermia. Radiasi dan konveksi dari cairan dingin dan duk operasi yang basah dapat menyebabkan pasien kehilangan panas. Harus ada strategi pemanasan untuk mencegah kejadian hipotermia yang dapat mengakibatkan lambatnya waktu pulih sadar dari sedasi dan anestesi.

Rencana sedasi dan atau anesthesia umum pada pasien kateterisasi jantung dimana anestesiologis harus
mengerti penyakit yang mendasarinya, manfaat kateterisasi, dan perubahan hemodinamik yang disebabkan oleh anestesi Efek samping kardiovaskuler dan respirasi karena obat-obat dan teknik anestesi harus dipertimbangkan dengan ha!-ha! untuk mencegah distorsi dalam pengukuran
hemodinamik, ven!lasi sebaiknya dengan room air disaat pengambilan data. Obat sedasi dan anestesi harus seminimal mungkin mempengaruhi kardiovaskuler.

Pada ins!tusi tertentu kardiologis melakukan sedasi untuk diagnostik sederhana. Protokol berdasarkan
guidelines of American Academy of Pediatricks15, dan American Society of Anesthesiologist16. Untuk prosedur yang lama, intervensi yang komplek atau pasien kri!s, anestesiologis biasanya diminta untuk melakukan sedasi atau anestesi umum. Penutupan ASD dan VSD yang membutuhkan transesofageal echocardiografi untuk mengontrol penempatan alat membutuhkan anestesi umum dengan intubasi endotrakea.

Sebelum memulai prosedur, fasilitas harus disiapkan untuk penatalaksanaan anestesi yang aman. Lokasi
laboratorium dekat dengan kamar operasi. Semua peralatan dan monitor yang diperlukan harus ditempatkan ditempat yang mudah di akses, diantaranyan sumber oksigen, suksion, sumber listrik, pembuangan dan semua monitor untuk monitor intraopera!f sesuai American Society of Anestesiologist17 . Monitoring ru!n diantaranya elektrokardiografi, tekanan darah non invasif,
pulse oksimetri, suhu, end !dal CO2 baik melalui nasal untuk nafas spontan maupun sirkuit nafas pada anesthesia umum, alat pencegah hipotermia Tabel 2. Akses intravena harus diamankan sebelum sedasi dan selama prosedur. Petunjuk puasa menurut American Society of Anesthesiogist harus diikuti 18. Tabel 3 . Karena status kardiovaskuler dapat mengalami perburukan selama prosedur obat-obat resusitasi harus tersedia dalam dosis yang tepat sebelum memulai !ndakan. An!bio!k profilaksis
harus tersedia bila dibutuhkan.

Petunjuk anestesi non kamar opera!f
  • Tersedia oksigen dan cadangannnya2. Tersedia suc!on
  • Sistim pembuangan
  • Alat resusitasi serta obat-obatnya
  • Alat monitoring dengan standar dasar
  • Sumber Listrik
  • Ada tempat untuk peralatan
  •  Defibrilator dan obat emerjensi
  • Alat komunikasi dua arah
  •  Standar gedung dengan kode dan fasilitas keamanan

Sumber : American Society of Anesthesiologist16
 Petunjuk sedasi pediatrik

  • Fasilitas, SDM, serta peralatan untuk manajemen situasi
  • emerjensi
  • Harus ada protokol cadangan bila ada situasi emerjensi
  • Peralatan ada ditempat
  • -Peralatan cocok untuk anak semua umur dan
  • semua ukuran
  • -Tersedia bagan penatalaksanaan emerjensi
  • -Semua obat dan peralatan harus dicek dan dijaga
  • sesuai jadwal
  • Dokumentasi
  • Inform consent
  • Puasa
  • Presedasi
  • Catatan medic

Persiapan
Faktor pasien dan prosedur menjadi pertimbangan ketika merencanankan anestesi umum. Sedasi dapat
digunakan untuk hampir semua diagnostik, namun pasien dengan cadangan kardiorespirasi terbatas mungkin tidak dapat mentoleransi prosedur yang lama dalam sedasi intravena, terutama bila terjadi depresi nafas atau obstruksi jalan nafas. Kateterisasi intervensi berhubungan dengan
komplikasi yang dapat mengancam nyawa. Distress pernafasan dapat terjadi pada pasien jika mempunyai penyakit gagal jantung kongestif, hipertensi pulmoner atau terbatasnya gerakan diafragma karena pembesaran ha! atau asites. Penilaian preanestesi sangat menentukan implikasi fisiologis dan anatomis terhadap kelainan jantung, fungsi kardiorespirasi, efek anestesi atau sedasi dan efek
dari prosedur kateterisasi dan intervensinya. Penilaian utama adalah jalan nafas, kardiovascular, sis!m respirasi, tanda vital, saturasi, gejala klinis yang berhubungan dengan kelainan jantung seperti sianotik, gagal tumbuh, ispa dll. Laboratorium yang relevan seperti hemoglobin, fungsi koagulasi, ginjal,elektrolit dan golongan darah serta riwayat kateterisasi sebelumnya bila ada.

Premedikasi
Tindakan awal adalah pemberian premedikasi untuk memfasilitasi perpisahan dengan orangtua
dan harus diberikan secara !trasi seseuai kondisi klinis pasien. Penting sekali dari awal mencegah stress dan ansietas pada pasien terutama untuk pasien yang kemungkinan lebih dari satu intervensi.

Induksi
Pasien stabil atau toleransi baik biasanya dapat menerima induksi intravena dengan baik seperti
thiopental maupun propofol. Untuk yang hemodinamik terbatas pilihannya adalah ketamin,
etomidate, opiod dan benzodiazepine kombinasi24-25

Midazolam intravena ditoleransi baik pada kebanyakan pasien namun hipotensi dapat juga terjadi
pada pasien gagal jantung yang sedikit terkompensasi yang tergantung pada endogen katekolamin untuk menjaga tahanan perifer dan tekanan darah.

Opioid merupakan analgesia yang kuat namun tanpa sedasi sehingga perlu dikombinasikan dengan seda
!f seperti benzodiazepin. Opiod sintetik seperti fentanil. Alfentanil dan sufentanil sangat sedikit melepaskan histamine dibandingkan morfin sehingga !dak punya efek vasodilatasi dan hipotensi, memblok stress respon sesuai dosis sehingga dapat menjaga stabiltas sistemik maupun pulmoner17. Sangat berguna selama prosedur kateterisasi. Remifentanil merupakan opiod dengan
masa kerja sangat singkat karena segera dimetabolisme oleh nonspesifik esterase. Masa kerjanya hanya 3 sampai 5 menit sehingga harus diberikan secara con!nue. Remifentanil mempunyai efek depresi nafas sangat kuat sehingga pasien harus di intubasi dan diberikan ven!lasi tekanan posi!f. Sangat berguna untuk pasien dengan cadangan kardiorespirasi yang terbatas karena analgesia tanpa mempengaruhi hemodinamik.

Tatalaksana Anestesi pada Kateterisasi Jantung Anesthesia Management in Pediatric Heart Catheterization
pelumpuh otot pada pasien dengan tanpa risiko aspirasi. LMA sangat baik digunakan pada anak ukuran kecil yang sangat mudah hipoventilasi dengan hanya sedasi29.
Prosedur kateterisasi telah lebih invasif, menggunakan kateter ukuran besar dan multipel, perdarahan
yang lebih banyak dan lebih nyeri pada pasien yang lebih kecil. Ruang kateterisasi jantung harus bersebelahan dengan kamar operasi bedah jantung dengan kondisi, dokter bedah dan dokter anestesi siap untuk melakukan pembedahan dan anestesi bila terjadi komplikasi mayor akibat peningkatan prosedur invasif30. Walaupun banyak pasien pediatrik dapat disedasi oleh kardiologis, prosedur yang komplek pada anak sakit membutuhkan perawatan anestesi. Monitoring dan manajemen hemodinamik
dibutuhkan pada banyak prosedur invasif pada anak dan berkontribusi pada kesuksesan prosedur31.
Banyak pasien dapat dilakukan dengan sedasi intravena namun banyak juga yang membutuhkan anestesi umum. Pemilihan teknik anestesi sangat tergantung pada kondisi pasien, prosedur dan antisipasi komplikasi.

Manajemen anestesi kadang dipengaruhi oleh
lingkungan laboratorium. Masalah termasuk sulitnya akses kepasien, cahaya yang kurang, radiasi dan kurangnya komunikasi dengan kardiologis. Anestesiologis harus mengupayakan monitor sendiri yang tidak terkait dengan monitor dari operator, selain itu akses jalan nafas dan jalur intravena yang mudah dicapai sehingga pencegahan dan pertolongan segera dari komplikasi dapat segera dilakukan.
Anestesiologis juga harus memiliki pengetahuan tentang prosedur kateterisasi dan kemungkinan komplikasi yang timbul.

Masalah dan komplikasi hemodinamik
Komplikasi yang timbul tergantung dari jenis prosedur intervensi, dan biasanya berhubungan dengan
akses perkutaneous pembuluh darah besar baik arteri maupun vena. Setiap masalah yang timbul biasanya segera tanpa ada peringatan. Seperti di dalam kamar operasi kesukesesan manajemen komplikasi tergantung pada kesigapan dan aksi dari anestesiologis bekerjasama dengan radiologis dan kardiologis.
Kehilangan kontrol terhadap emboli dan alat penutup, sten dan coil dapat menyebabkan emboli paru
dan sistemik. Alat emboli harus bisa diambil kembali dengan menggunakan kateter, namun kadang diperlukan !ndakan pembedahan untuk mengambil alat ini. Jika alat ini tersangkut pada jantung dan pembuluh darah besar, mesin CPB kadang dibutuhkan.

Komplikasi lain yang mungkin !mbul adalah
kerusakan pada pembuluh darah besar terutama arteri pulmoner pada !ndakan dilatasi katup pulmoner dan arteri pulmoner yang di tandai dengan aneurisma, diseksi dan rupture yang ditandai hemoptisis, atau masuknya kontras kepleura, atau timbulnya robekan paru yang sangat mengancam nyawa. Bila timbul harus dilakukan intubasi endotrakea untuk mengontrol jalan nafas dan berikan ventilasi tekanan posi., berikan resusitasi cairan dan darah untuk menjaga tekanan perfusi, heparin harus diberikan antidotnya yaitu protamin, . Perdarahan dapat berhenti namun ada yang !dak terkendali yang dapat
berakibat kematian dan memerlukan !ndakan operasi segera32
Edem paru juga dapat timbul karena peningkatan aliran darah paru yang besar secara tiba-tiba dan
memberikan tekanan pada paru yang tidak terperfusi se-lama ini dengan gejala batuk, hipoksemia, distress pernafasan, hemop!sis. Penatalaksanaan dengan melakukanintubasi endotrakea segera kalau perlu sebelum tindakan pasien sudah terintubasi33.

Emboli udara dapat terjadi pada pemasangan alat penutup shun!ng ASD, VSD dan PDA, alat cukup
besar adalah rongga potensial untuk masuknya udara kepembuluh darah, penggantian kateter yang berulang yang dapat !mbul iskemia mioard dengan gejala berupa perubahan segmen ST, hipotensi, desaturasi, bradikardia yang kebanyakan respon dengan aspirasi udara diikuti dengan penutupan tempat masuk dan pemberian vasoaktif untuk menjaga tekanan perfusi koroner . Bila emboli
kesistemik dapat menyebabkan stroke dengan defisit neurologis

Regurgitasi mitral dan trikuspid kadang dapat mengganggu hemodinamik ketika kateter besar melewa
ti bagian ini. Kateter besar dapat mengakibatkan stenosis, masalah ini dapat diatasi dengan reposisi kateter dan kadang dibutuhkan inotropik dan monitoring ketat. Curah jantung dapat turun tiba-tiba ketika terjadi regurgitasi akut yang dapat menyebabkan dekompensasi sirkulasi yang bisa berakibat kardiak arrest. Harus segera dilakukan resusitasi dengan obat vasoak!f dan cairan. Jika terjadi kerusakan katup harus segera dilakukan operasi.

Bahaya lain adalah perforasi miokard karena wire atau kateter atau karena prosedur septostomi yang
dapat mengakibatkan kardiak tamponade. Harus segera dilakukan volum dan presure suportif dan drainase dengan pericardiosintesis sesegara mungkin, jaga nafas tetap spontan dan persiapan operasi jantung terbuka bila perlu.

Pengaruh posisi
Terdapat risiko tekanan karena prosedur yang lama dan meja radiologis yang keras. Harus dilakukan
proteksi yang cukup terutama pada daerah yang rentan penekanan seper! pleksus brakhialis apabila lengan diabduksikan terlalu lebar.
Karena sulitnya jalan nafas dan akses intravena karena posisi pesawat fluroskopi, radiasi dan pemisahan
dengan ruangan control yang biasanya anestesiologis memonitoring. .
Pelvis biasanya diangkat yang dapat mengakibatkan. Isi abdomen terdorong kesefalad yang membuat
risiko ke respirasi dan dapat memperburuk ven!lasi dan perfusi terutama neonatus dan infant.

Perawatan pasca kateterisasi
Pemulihan pasca !ndakan harus dilakukan diruang pulih sadar yang disediakan dekat dengan laboratorium. Monitoring dan perawatan yang memadai harus tersedia . Tanda vital harus diukur setiap 15 menit selama 1 jam dan lebih jarang sesudahnya jika pasien stabil. Kalau pasien mengalami anesthesia umum perawatan harus sesuai dengan standar American Society of Anestesi26. Karena kebanyakan prosedur merupakan rawat sehari monitor komplikasi vaskular dilakukan selama 4 jam sebelum pasien keluar dari fasilitas laboratorium. Pada saat itu pasien sudah sadar penuh dan minum air putih secukupnya. Karena efek osmotik dari bahan kontras harus diberikan hidrasi yang cukup. Tempat pungsi arteri harus cukup tertutup dan !dak ada rembesan darah. Perfusi
dari distal pungsi harus dinilai dan tanda vital pasien dalam batas normal. Berkurangnya pulsa nadi distal dari pungsi kemungkinan terjadi spasme vaskular dan kalau berlangsung lebih dari 2 jam kemungkinan terjadi thrombosis. Bila komplikasi ini !mbul harus dirawat di rumah sakit dan diberikan terapi anti koagulan selama 24-48 jam . Terapi ini cukup untuk mengembalikan aliran darah dan nadi. Kadang-kadang dibutuhkan obat trombolisis untuk mengembalikan perfusi.

Kateterisasi biasanya !dak terlalu nyeri sehingga analgesia dengan asetaminophen sudah cukup menghilangkan nyeri. Pasien sakit kemungkinan butuh rawat intensif samapai status kardivaskularnya stabil. Tindakan balon dilatasi atau sten dan pemasangan alat penutup septum harus dirawat dirumah sakit.


SIMPULAN

  • Prosedur kateterisasi telah berkembang dari awalnya
untuk diagnos!k menjadi terapai berupa kateterisasi
intervensi.
  • Penatalaksanaan anestesi harus
mempertimbangkan,persiapan, kondisi pasien,
prosedur tindakan dan kemungkinan komplikasi
yang timbul
  • Anestesiologis harus siap memberikan penatalaksanaan
bila terjadi keadaan emerjensi
  • Pasca anestesi pasien harus dipertimbangkan tempat
perawatan tergantung kondisi awal pasien, prosedur
dan komplikasi yang timbul.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

....ATUR NUHUN....